MONONDOK.COM,Luwuk—PT Panca Amara Utama (PAU) kembali menunjukkan komitmennya terhadap pelestarian lingkungan dengan bekerja sama bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tengah dalam kegiatan pelepasliaran burung maleo (Macrocephalon maleo).
Kegiatan ini dilaksanakan pada Sabtu, 13 September 2025, di kawasan Suaka Margasatwa (SM) Bakiriang, Kecamatan Moilong, Kabupaten Banggai.
Sebanyak 20 ekor burung maleo yang telah berusia lebih dari dua bulan dilepasliarkan ke habitat alaminya. SM Bakiriang, kawasan konservasi dengan luas sekitar 12.500 hektare ini menjadi lokasi bagi pelestarian satwa endemik Sulawesi itu.
Acara pelepasliaran turut dihadiri oleh perwakilan manajemen ESSA PT Panca Amara Utama, Resor KSDA Wilayah Banggai I Nyoman Ardika yang hadir mewakili Kepala BKSDA Sulawesi Tengah.
Hadir pula Tim Teknis Konservasi Ex Situ Maleo dari PT PAU yang diwakili oleh Gelder Tanari, serta perwakilan pemerintah desa dan kecamatan, termasuk Sekcam Moilong, Kasi PMDK Kecamatan Batui Selatan, Kasubsektor, dan Babinsa.
Tim Teknis Konservasi Ex Situ Maleo Essa PT PAU, Gelder Tanari, menyampaikan ucapan terima kasih kepada BKSDA Sulteng atas kepercayaan yang diberikan untuk bersama sama melestarikan satwa burung maleo.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada PT Panca Amara Utama, yang telah mensupport pelestarian maleo, satwa endemik yang menjadi kebanggaan masyarakat Sulawesi, dan Kabupaten Banggai.
Apresiasi juga disampaikan kepada pemerintah daerah, pemerintah kecamatan dan desa, serta aparat TNI dan Polri dalam berkolaborasi menjaga kelangsungan hidup satwa khas Sulawesi, yang statusnya saat ini selangkah menuju punah itu.
Konservasi ex situ maleo yang dijalankan oleh ESSA PT PAU selama hampir satu dekade telah memberikan kontribusi tidak hanya bagi pelestarian populasi maleo di habitat aslinya, tetapi juga bagi pengembangan penelitian ilmiah.
Program ini telah mendorong lahirnya berbagai penelitian yang berguna di tingkat daerah, nasional, bahkan internasional.
I Nyoman Ardika, mewakili Kepala BKSDA Sulteng, menjelaskan bahwa SM Bakiriang memiliki mandat utama sebagai kawasan perlindungan bagi satwa burung endemik, khususnya maleo.
Ia mengungkapkan, bahwa selain di SM Bakiriang, keberadaan maleo juga tercatat di beberapa wilayah lain di Kabupaten Banggai, seperti di Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Taima, Bukit Jaya, Nuhon, dan Kayutanyo Luwuk Timur.
Ia menyampaikan apresiasinya kepada PT PAU atas kontribusi besar dan keseriusan perusahaan dalam mendukung program konservasi.
Ardika juga menegaskan pentingnya konservasi sebagai upaya menjaga keseimbangan ekologi, agar tidak terjadi bencana lingkungan seperti konflik antara manusia dan satwa liar.
Ia mencontohkan konflik satwa liar seperti harimau dan gajah di Sumatera, serta konflik buaya yang pernah terjadi di Banggai, sebagai akibat dari rusaknya ekosistem.
Melalui kebijakan baru dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, wilayah konservasi kini tidak terbatas hanya pada kawasan lindung. Lahan milik masyarakat pun bisa dijadikan area konservasi apabila terdapat keanekaragaman hayati yang signifikan.
Ardika berharap kebijakan ini dapat mendorong keterlibatan masyarakat secara langsung dalam konservasi.
Lebih lanjut, ia juga menjelaskan bahwa PT PAU bersama BKSDA telah melakukan inventarisasi keanekaragaman hayati di kawasan SM Bakiriang, termasuk spesies seperti belalang, semut, kuskus, hingga maleo.
Pihaknya juga menjalankan patroli rutin melalui program smart patrol untuk memantau perkembangan populasi satwa liar di kawasan tersebut.
Sementara itu, perwakilan manajemen PT Panca Amara Utama, Romels, menyampaikan apresiasi dan rasa terima kasih atas dukungan semua pihak, mulai dari BKSDA, pemerintah daerah, hingga tim teknis konservasi ex situ.
Ia menegaskan bahwa perusahaan akan terus berkomitmen terhadap upaya pelestarian lingkungan, khususnya satwa endemik seperti maleo.
Dari pihak pemerintah kecamatan, apresiasi juga disampaikan terhadap kepedulian PT PAU dalam menjaga kelestarian burung maleo.
Mereka berharap agar burung khas Sulawesi ini tidak hanya menjadi kenangan atau cerita rakyat di masa depan, melainkan tetap lestari dan dapat dilihat oleh generasi yang akan datang.
Selain itu, disampaikan pula harapan agar ke depan dilakukan evaluasi terkait jumlah populasi maleo di alam liar setelah program pelepasliaran, termasuk pemantauan terhadap peningkatan jumlah pasangan burung yang datang bertelur di lokasi nesting ground.
Pelepasliaran meleo ini merupakan upaya kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, dan sektor industri dalam mewujudkan pelestarian spesies yang terancam punah.
Keberhasilan kegiatan ini diharapkan dapat menjadi contoh dan inspirasi bagi konservasi satwa lainnya di berbagai daerah Indonesia. (*)